Perbedaan haid, nifas,

edit
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di mengatakan "Tiga macam darah tersebut keluar dari satu jalan.[8] Namun namanya berbeda, begitu pula hukum-hukumnya, karena perbedaan sebab keluarnya.[8] Adapun darah nifas sebabnya jelas, yaitu darah yang keluar dari seorang wanita karena melahirkan.[8] Darah nifas ini merupakan sisa darah yang tertahan di dalam rahim sewaktu hamil.[8] Bila seorang wanita telah melahirkan kandungannya, darah itu pun keluar sedikit demi sedikit.[8]

Bisa jadi waktu keluarnya lama/panjang, dan terkadang singkat.[8] Tidak ada batasan minimal waktu nifas ini. [8] Adapun waktu maksimalnya menurut mazhab Hambali adalah 40 hari, dan bila lebih dari 40 hari darah masih keluar sementara tidak bertepatan dengan kebiasaan datangnya waktu haid maka darah tersebut adalah darah istihadhah.[8] Namun menurut pendapat yang shahih, tidak ada pula batasan waktu maksimal dari nifas ini.[8]

Darah yang keluar bukan karena sebab melahirkan adalah darah haid sebagai suatu ketetapan dan sunnatullah atas seorang wanita.[8] Di mana bila si wanita sudah dapat hamil dan melahirkan maka secara umum akan datang kepadanya haid di waktu-waktu tertentu, sesuai dengan keadaan dan kebiasaan si wanita.[8] Bila seorang wanita hamil umumnya ia tidak mengalami haid, karena janin yang dikandungnya beroleh sari-sari makanan dengan darah yang tertahan tersebut.[8]

Keluarnya darah haid menunjukkan sehat dan normalnya si wanita.[8] Sebaliknya tidak keluarnya darah haid menunjukkan ketidaksehatan dan ketidaknormalan seorang wanita.[8] Makna ini disepakati oleh ahli ilmi syar’i dan ilmu kedokteran, bahkan dimaklumi oleh pengetahuan dan kebiasaan manusia. [8] Pengalaman mereka menunjukkan akan hal tersebut. Karena itulah ketika memberikan definisi haid, ulama berkata bahwa haid adalah darah alami yang keluar dari seorang wanita pada waktu-waktu yang dimaklumi.[8]

Menurut pendapat yang shahih, tidak ada batasan umur minimal seorang wanita mendapatkan haid.[8] Begitu pula batasan waktu minimal lamanya haid, sebagaimana tidak ada batasan maksimalnya.[8] Tidak ada pula batasan minimal masa suci di antara dua haid.[8] Bahkan yang disebut haid adalah adanya darah, dan yang disebut suci adalah tidak adanya darah.[8] Walaupun waktunya bertambah atau berkurang, mundur ataupun maju, berdasarkan zahir nash-nash syar’i yang ada, dan zahir dari amalan kaum muslimin.[8] Juga karena tidak melapangkan bagi wanita untuk mengamalkan selain pendapat ini.[8]