Saudara Ipar dalam Konsep Mahram

edit
Pada pembahasan kali ini, kita mencoba menukilkan penjelasan singkat mengenai Saudara Ipar dalam syariat Islam khususnya antara Saudara Ipar yang berbeda jenis kelamin.

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Ada seorang wanita yang  tinggal besama saudarinya yang telah bersuami. Tatkala bersama saudara iparnya, ia tak berhijab. Bila diingatkan tentang hal itu, ia berdalih, bahwa ia dengan iparnya adalah mahram muaqat (mahram sementara) sehingga boleh lepas hijab.

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin  menjawab: Ada syubhat (ketidak pahaman) pada wanita tersebut. Ia beranggapan, bahwa seorang ipar, yang terlarang menikahinya selama masih (berkeluarga) dengan saudara kandungnya, termasuk mahram, (walau) mahram mua’aqat (mahram sementara).

Pemahaman begitu salah. Sesungguhnya, mahram ‘ila amadin’ (mahram temporer) itu bukanlah mahram. Hendaknya ia diperlakukan sebagai halnya ‘ajnabi’ (seseorang yang tidak terikat dalam mahram), hanya saja ia tidak boleh dinikahi secara bersama-sama. Yakni, adik dan kakak keduanya dinikahi (jam’u baina ukhtaini, -penj-.)

Sesungguhnya mahram (hakiki atau abadi) itu disebabkan nasab, dan lantaran hal yang mubah. Maksud karena nasab yaitu karena keturunan karib kerabat. Sedang maksud karena yang mubah yaitu karena kekeluargaan melalui perkawinan atau persusuan. (baca Firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala. An-Nisa: 22 -23)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. yang artinya: “Jangan kamu sekalian masuk ke dalam (ruang) wanita. Mereka  bertanya, “Ya Rasulullah bagaimana dengan saudara ipar?”. Rasulullah  menjawab, “Saudara ipar adalah kematian” [Hadits Riwayat Ahmad, Tirmidzi,  Shahih Al-Jami' Ash-Shaghir no. 2677].

Berdasarkan ini, maka kami katakan kepada saudari penanya, bahwa temannya yang bincang-bincang dengan iparnya dengan tanpa memakai hijab, dan ia menyatakan, bahwa antara dia dan iparnya adalah ‘mahram muaqat’ (mahram sementara), sesungguhnya perkataan itu salah.

Mahram disini bukanlah mahram sementara, karena yang dilarang/diharamkan adalah mengumpulkan istri dari dua bersaudara seperti firman Allah di atas. Dan bukan yang diharamkan untuk menikahi saudara istri sebagaimana difahami oleh teman penanya.

(Dikutip dari: Fatawa Al-Usrati wa Khoshotan Al-Mar’ah, dengan penambahan editorial)