Tetap Beramal Meski Haid

edit
Wanita adalah makhluk Allah yang diciptakan dengan sangat istimewa. Allah mengaruniakan wanita berbagai kelebihan yang menjadi karakteristik unik dari seorang wanita, pun dengan kelemahan-kelemahan yang menjadi tantangan sendiri yang menuntut seorang wanita agar pandai dalam mengelolanya. Karena kelemahan pun bukan berarti kelemahan yang bersifat menjatuhkan karena tiada satu pun di muka bumi Allah ini yang diciptakan tanpa hikmah. Termasuk kelemahan wanita pada umumnya juga diberikan untuk dikelola sebaik mungkin dalam rangka pencarian cinta dan ridha Allah Ta’ala.

Banyak muslimah memandang kondisi menstruasi merupakan sebuah kelemahan yang ditakdirkan untuk dimiliki oleh seorang wanita. Pada kondisi tersebut, para muslimah diharamkan untuk melaksanakan beberapa ibadah utama yang biasanya dijadikan andalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pada kondisi tersebut, kondisi hormonal membuat emosi para muslimah kadang terasa lebih labil daripada biasanya, dan tak jarang pada kondisi tersebut para muslimah terjerumus ke dalam kefuturan atau memang dijadikan alasan untuk sengaja bermalas-malasan dan tidak menjalankan amalan ibadah lainnya yang sebenarnya masih bisa dilaksanakan untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT. Padahal hakikatnya, menstruasi bukanlah suatu kelemahan. Menstruasi adalah sebuah mekanisme biologis yang menjadi parameter berlangsungnya proses hormonal secara normal dalam tubuh wanita. Menstruasi adalah salah satu tanda dan bukti kekuasaan Allah yang ditujukan untuk menjaga kondisi tubuh wanita. Dengan fungsi wanita sebagai rahim peradaban yang akan menghasilkan generasi-generasi penerus perjuangan Islam, dibutuhkan suatu sistem yang baik dan prosesnya yang sedemikian rumitnya itu dapat dipahami. Dan Allah melekatkan sistem kompleks tersebut dalam diri seorang wanita, memberikan jaminan akan adanya keterjagaan fungsi pewarisan generasi tersebut dalam tubuh seorang wanita. Dan karena fungsi ini pula, wanita memiliki gelar yang sangat mulia yang bahkan kadar kemuliaannya tiga kali lebih besar dari gelar yang disandang para kaum Adam. Gelar itu adalah gelar “Ibu”. Sebuah gelar yang tercipta dengan segala kemuliannya yang menjadikan wanita memiliki jabatan penentu bagi masuk atau tidaknya seseorang ke dalam surga. Kemuliaan posisi seorang ibu pada hakikatnya ditunjang dengan kondisi fisik wanita yang diciptakan Allah dengan sedemikian kompleks. Adanya rahim, fungsi kontrol oleh hormon estrogen, progesterone, ovarium, dan komponen-komponen fisik lainnya yang kadang tidak kita sadari akan keberadaannya yang sedemikian penting.

Jadi, sangat penting untuk mengubah paradigma berpikir seorang muslimah yang memandang bahwa masa menstruasi adalah masa futur, masa yang bisa dijadikan alasan bermalas-malasan, masa yang dianggap tanda dari kelemahan seorang wanita, serta pandangan-pandangan negatif lainnya. Karena jika kita lihat dari sudut pandang yang komperhensif, masa menstruasi adalah masa di mana seharusnya syukur tetap berada dalam diri seorang muslimah sebagai indikasi normalnya sistem hormonal yang akan menunjangnya untuk meraih gelar menjadi seorang Ibu. Masa menstruasi adalah kondisi yang masih memungkinkan untuk tetap melakukan banyak hal yang tetap mendekatkan diri kepada Allah SWT tidak dengan amalan shalat, puasa, thawaf, itikaf, menyentuh Al Quran *), dan melakukan hubungan badan (bagi yang sudah bersuami), tapi dengan amalan lainnya misalnya meningkatkan instensitas dzikir, infaq dan sedekah, berdo’a, memperdalam ilmu pengetahuan baik agama maupun umum (dengan membaca buku, mendengarkan ceramah, dan lain sebagainya), bermuamalah, berbuat baik kepada kedua orang tua dan segenap keluarga, silaturahim, dan masih banyak ibadah lainnya. Bahkan boleh dikatakan wanita muslimah yang mengalami menstruasi tidak akan kehabisan amal ibadah untuk dilakukan karena Allah Maha Penyayang hamba-hambaNya, pastilah Allah menyediakan fasilitas lain yang masih bisa digunakan untuk tetap mendekatkan diri kepadaNya, tinggal bagaimana dengan kitanya sendiri, mau atau tidak melakukannya.

Bahkan sebenarnya, amalan ibadah yang Allah turunkan untuk dikerjakan manusia memiliki fadhilah yang jauh lebih bernilai dari apa yang kita ketahui. Jadi dalam kondisi menstruasi pun, para muslimah masih tetap bisa menjaga kondisi keimanannya dengan sebaik mungkin, mengenyahkan segala bisikan syaitan, hawa nafsu, rasa malas, dan keengganan-keengganan untuk tetap menjaga kondisi jiwa dan raga agar tetap berada pada koridornya.

Kondisi ini sebenarnya juga dapat dilihat sebagai sebuah parameter seberapa besar keimanan yang dimiliki oleh seorang muslimah. Apakah ketika menstruasi, seorang muslimah masih tetap bisa berjihad dengan segala potensi yang dimilikinya atau justru terjerembab dalam kondisi futur dan justru melakukan maksiat maksiat yang dilarang Allah. Di sanalah kita dapat melihat seberapa besar kekuatan seorang muslimah untuk menjaga emosi dan perasaannya, menjaganya dari amarah dan ketidakstabilan emosi. Sungguh ukhtyfillah, masa menstruasi memang masa yang sangat rentan, namun di sanalah diukur kekuatan seorang muslimah untuk tetap berpegang teguh pada agama Allah. Karena di lapangan, banyak muslimah yang melakukan maksiat (meskipun kecil) ketika mereka berada dalam kondisi menstruasi. Na’udzubillah, jangan sampai itu terjadi pada kita.

Intinya sederhana, pandang menstruasi sebagai salah satu fasilitas yang Allah berikan untuk bersyukur, dan untuk mengukur seberapa dalam cinta kita kepadaNya. Dan oleh karena itu, untuk menunjang proses mencintai Allah yang berkelanjutan meskipun dalam keadaan menstruasi, kita perlu melakukan penunjang amal ibadah yang masih bisa dilakukan dengan upaya yang maksimal, baik secara kuantitas maupun kualitas. Itulah saatnya berjuang dengan potensi harta, tenaga, pikiran, atau bahkan perasaan dalam porsi yang jelas lebih banyak daripada kondisi biasa dimana kita bisa mengandalkan shalat, puasa, dan tilawah Al Qur’an untuk tetap menjaga kondisi keimanan kita.

Ketika akhirnya masa menstruasi berakhir, maka saatnya membersihkan diri sesuai dengan cara yang disyari’atkan. Pada dasarnya mandi wajib memiliki ketentuan utama (rukun) yang terdiri dari niat dan mengalirkan air ke seluruh tubuh (tanpa terkecuali). Sedangkan sunnah dalam aktifitas mandi adalah:

    Membaca basmalah
    Membersihkan najis fisik jika ada
     Berwudhu (berkumur dan menghisap air ke hidung)
    Mengulanginya tiga kali dalam setiap membasuh organ tubuh dan memulainya dari kanan lalu kiri
    Meratakan air, mensela-sela jari, rambut, membersihkan ketiak, lubang hidung dan pusar
    Menggosok dan terus menerus tidak terputus basuhannya
     Namun akan sangat utama jika mengikuti tata cara yang dituntunkan sesuai sunnah. Adapun tata cara bersuci dari menstruasi dijelaskan dalam hadist yang diriwayatkan dari Asma’:

    “Hendaklah salah seorang dari kalian mengambil daun bidara dan air, kemudian bersuci dengannya sebaik mungkin. Setelah itu menyiramkan air ke kepala dan memijitnya dengan kuat sehingga mersap sampai ke kulit kepala, lalu menyiramkan air ke seluruh tubuhnya dan setelah itu mengambil potongan kain yang diberi parfum. Kemudian mempergunakannya untuk bersuci” (HR Muslim)

Banyak ulama mengatakan bahwa jika tidak ada daun bidara, maka bisa menggantinya dengan sabun dan sejenisnya. Hal yang lain yang penting namun juga banyak tidak diketahui adalah bahwa mandi wajib ini cukup sebagai ganti wudhu, jadi tidak perlu melakukan wudhu lagi untuk melaksanakan shalat.

Serta hadits lainnya adalah:

     “Dari Aisyah dan Maimunah RA: bahwasanya Rasulullah saw jika mandi junub – mau mandi – memulai dengan mencuci dua tangannya dua atau tiga kali, kemudian menuangkan air dari kanan ke kiri, lalu membersihkan kemaluannya, lalu berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat, kemudian mengambil air dan dimasukkan ke pangkal rambut, kemudian membasuh kepalanya tiga guyuran sepenuh tangannya, kemudian mengguyurkan air ke seluruh badan, lalu membasuh kakinya”. (Muttafaq alaih)

Setelah itu, baru bisa bersiap melaksanakan amalan utama seperti biasa. Tentunya karena setelah kurang lebih 7-15 hari tidak melaksanakannya, seharusnya ada kerinduan yang membuat kita bisa meningkatkan kualitas amalan-amalan ibadah utama yang kita tinggalkan sewaktu menstruasi. Jadi dengan kata lain, menstruasi membuat seorang muslimah juga mampu meningkatkan kualitas amalan ibadah utama menjadi lebih baik lagi.

Wallahu a’lam bis showab
*) untuk masalah perbedaan penafsiran kebolehan seorang wanita menstruasi menyentuh Al Quran dibahas dalam bahasan yang lain